Akhir-akhir
ini sejumlah aktivis mahasiswa, ormas dan Lembaga Swadaya Masyarakat yang
peduli akan lingkungan sosial masyarakat mencoba untuk membuat suatu gebrakan
yang bertemakan go pangan lokal. Selogan
ini dilatar belakangi oleh keperihatinan terhadap pola konsumsi masyarakat yang
lebih memilih panganan yang berasal dari produk luar negeri. Kondisi ini
dikuatkan oleh Hasil survei MITI ( Masyarakat Ilmuan
dan Tekonolog Indonesia) terhadap 500 konsumen di Bandung, Surabaya, Jakarta,
dan Yogyakarta, menunjukkan pola perilaku konsumsi masyarakat Indonesia lebih
memilih panganan asing ketimbang lokal (ANTARA News).
Humas MITI (Masyarakat Ilmuan dan
Teknolog Indonesia) pusat Mu’arif mengatakan membudayakan kembali pangan lokal bukan hanya akan
menghilangkan ketergantungan pada salah satu makanan pokok saja, melainkan juga
menambah asupan gizi masyarakat yang lebih beragam, Selain itu, dapat
meningkatkan kesejahteraan petani. ( ANTARA News)
Berbicara tentang ketahanan pangan
lokal, tentu berbicara tentang sejauh mana kemampuan bangsa Indonesia dalam
mengolah sumber daya alam produktif untuk menghasilkan
bahan makanan yang dapat memenuhi kebutuhan pokok masyarakat Indonesia, sehingga
masyarakat bisa survive dalam
menghadapi setiap permasalah yang dihadapi khususnya berkaitan dengan
kemiskinan,
kelaparan maupun kekurangan gizi.
Salah satu indikator ketidakmampuan suatu bangsa dalam memenuhi kebutuhan pokok masyarakatnya,
ditunjukkan dengan nilai impor bahan makanan pokok yang lebih tinggi dari nilai
ekspor. Dari data statistik makro pertanian terbaru yang
dikeluarkan oleh departemen pertanian menunjukkan bahwa nilai impor makanan
pokok masayarakat terus mengalami peningkatan.
Tahun 2009 volume impor beras
segar pemerintah 250.225 ton, tahun 2010, meningkat 687,582 ton tahun 2011,
berjumlah 2,744,002 ton dan triwulan 1
tahun 2012 volume impor 770,295 ton.
Tren peningkatan nilai impor bahan kebutuhan pokok ini menunjukkan masih
lemahnya pemerintah dalam menggarap dan mengolah sumber daya alam potesial yang
dimiliki oleh bangsa Indonesia.
Berbagai
kebijakan dan himbauan baik langsung maupun tidak langsung juga sudah digencarkan, baik oleh pemerintah, Ormas, maupun
lembaga swadaya masyarakat, agar masyarakat mau beralih mengkonsumsi
makanan-makanan lokal, seperti umbi-umbian, biji-bijian dan lain-lain, sebagai
pengganti beras. Namun timbul
sebuah pertanyaan dibenak kita, apakah kebijakan ini efektif dalam mengurangi dan
mengubah mindset
perilaku konsumsi
masyarakat terhadap beras yang notabene sudah menjadi makanan pokok masyarakat
sejak berabad-abad yang lalu. Tentu dalam melakukan perubahan-perubahan
membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Bahkan berujung kepada terbengkalainya
sebuah kebijakan tersebut karena tidak dapat memberikan pengaruh terhadap
masyarakat. Maka timbul sebuah
pertanyaan lagi Apakah ada kebijakan-kebijakan yang efektif dan
efesien yang dapat dilakukan selain menggantikan beras menjadi sumber makanan
pokok masyarakat.
Mari kita sejenak merenungi kisah tentang Nabi yusuf a.s ketika beliau
mentakwilkan mimpi raja. Ketika itu raja bermimpi melihat tujuh sapi betina
yang gemuk dimakan oleh tujuh sapi betina yang kurus. Serta tujuh tangkai
gandum hijau dan tujuh tangkai gandum kering. Beliau mentakwilkan mimpi
tersebut dengan harapan agar raja melalui kuasanya memerintahkan masyarakat untuk dapat
bercocok tanam ( komoditas gandum)
selama tujuh tahun berturut-turut. Dan setelah itu akan datang 7 tahun
musim kemarau yang menghabiskan semua persedian makanan kecauli sedikit yang
disimpan. Kenapa harus gandum yang ditanam? Kenapa tidak biji-biji atau
buah-buah yang lain? Surya Darma
yang dikutip dari Wheat Flour Institute
menyebutkan bahwa selama lebih dari 10,000 tahun, gandum dan keluaran daripada
gandum merupakan tanaman pertanian yang membawa kesejahteraan bagi penduduk
Mesir yang membebaskan mereka dari belenggu kehidupan yang nomaden.
Setelah membaca berbagai literatur,
dapat kita simpulkan bahwa ada tiga perinsip kebijakan pangan yang dilakukan
oleh Nabi yusuf a.s. perinsip yang pertama adalah penjatahan makanan yang
bijaksana, dimana Nabi Yusuf a.s mewajibkan bagi dirinya, raja dan seluruh
masyarakat untuk makan sekali dalam satu hari. Ini membawa hikmah bahwa kita
diajarkan untuk hidup berhemat. Perinsip yang kedua fokus pada pemenuhan kebutuhan
pokok masyarakat, Allah berfirman :
“
Dia yusuf berkata, “ Agar kamu bercocok tanam tujuh tahun ( berturut-turut)
sebagaimana biasa; kemudian apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan
ditangkainya kecuali sedikit yang kamu makan.” ( QS. Yusuf : 47)
“kemudian
setelah itu akan datang tujuh ( tahun) yang sangat sulit yang menghabiskan apa
yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun yang sulit), kecuali sedikit dari
apa ( bibit gandum) yang kamu simpan. ( QS. Yusuf : 48)
Dari
ayat diatas Nabi Yusuf a.s memerintahkan kepada masyarakat melalui kuasa raja
untuk menanam gandum, dalam menghadapi musim kemarau panjang dimasa yang akan
datang. Hikmahnya adalah Nabi Yusuf mengajarkan kepada
kita untuk tetap memproduksi makanan pokok yang menjadi hajat hidup masyarakat
banyak. Dan tidak beralih kepada panganan yang lain.
Perinsip yang ketiga mengoptimalkan penggalian potensi
sumber daya dalam negeri, Setelah gandum
diproduksi dan ditetapkan sebagai kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh
masyarakat. Maka timbul pertanyaan selanjutnya
apakah untuk memasok kebutuhan gandum negeri Mesir harus mengimpor dan
bergantung kepada negara lain?
ini menjadi sangat penting untuk dipertanyakan
karena Komoditas utama pertanian yang dikembangkan untuk daerah-daerah subur di
Mesir sejak zaman kuno hingga kini adalah barley dan gandum untuk
pembuatan roti--sebagai bahan makanan pokok masyarakatnya ( Ajat Jatnika,
2008). Oleh karena itu Nabi Yusuf memerintahkan masyarakat untuk menanam gandum
dalam rangka mengoptimalkan potensi dalam negri sendiri sehingga tidak
bergantung dengan negara lain. Malah Negeri Mesir dengan kelebihan gandum yang
ada dapat menolong negeri tetangga ( negeri Kan’an tempat Nabi Ya’qub berada).
Tiga
hal kenapa kita berkewajiban mengikuti
kebijakan ketahanan pangan Nabi yusuf a.s. pertama, Nabi Yusuf a.s adalah
seorang Nabi Allah, sudah pasti Allah memberikan rahmat kebaikan yang terbaik
serta menjaga setiap aktivitas yang dilakukan oleh Nabi Yusuf a.s. sehingga
setiap kebijakan yang dilakukan oleh Nabi Yusuf, adalah kebijakan-kebijakan
yang langsung dibawah naungan rabbani. Kedua bahwa selain menjadi Nabi. Yusuf
as. adalah seorang negarawan sukses yang
berhasil menyelamatkan perekonomian Negara Mesir dari kerisis yang diakibatkan
oleh musim kemarau yang panjang. Ketiga
bahwa kisah Nabi Yusuf as. Diabadikan didalam al-qur’an. Al-qur’an adalah pedoman hidup baik dimasa lalu, dimasa
sekarang maupun dimasa yang akan datang.
Kebijakan go pangan lokal sangat efektif apabila
kebijakan tersebut dapat berjalan beriringan dengan kebijakan ketahanan pangan
nasional dalam memenuhi kebutuhan pokok masyarakat. Bukan menjadi sebuah
kebijakan atau arahan untuk mengganti pola konsumsi masyarakat.
Demikianlah semoga
belajar dari kisah Nabi Yusuf a.s diatas kita dapat memberikan solusi yang
terbaik untuk menjaga ketahanan pangan
bangsa Indonesia, terlebih lagi WHO ( World Human Organization) memprediksikan
bahwa ditahun 2025 hampir seluruh negara agraris yang ada di dunia mengalami kerisis pangan. Bagaimana
dengan nasib bangsa Indonesia?
( Creat : Amrullah)