Minggu, 08 Juni 2014
Rapat Persiapan PARE (Paket Agenda Ramadhan Ekonomi Unsyiah) LDF AlMizan Fakultas Ekonomi
Posted By:
Unknown
on 00.58
Lampineung, Almizan- Bertempat di ruang VIP warung kopi 3 in 1, Ldf Almizan mengadakan duduk santai dan rapat hangat pengurus dalam rangka persiapan menyambut Bulan ramadhan yang penuh berkah di kampus tercinta fakultas Ekonomi Unsyiah, Minggu (8/06/2014).
Rangkaian agenda duduk santai tersebut antara lain. dimulai dengan tilawatil qur'an kemudian diskusi hangat tentang efesiensi dan efektivitas pengelolaan administrasi kelembagaan yang disampaikan oleh kakanda Mahfud alumni LDF Al-Mizan. kemudian dilanjutkan dengan agenda diskusi penetapan agenda Ramadhan yang akan dilaksanakan.
Agenda yang ditetapkan antara lain adalah : kegiatan pra ramadhan berupa kajian dan tarhib ramadhan kemudian agenda ramadhan terdiri dari sebar Card sending ramadhan, buka puasa bersama dan Madrasah Ramadhan. ketua panitia PARE (Paket Agenda Ramadhan Ekonomi) terpilih adalah saudara Raja Muda Cik Muhammad EKP'13 beliau berharap agar pengurus LDF Al-Mizan dan masyarakat Kampus dapat bersijalin dalam mensukseskan acara Paket ramadhan nantinya.
Pengurus sangat antusias dan mengapresiasikan agenda duduk hangat ini. Dan terakhir pada saat penutupan,
Heri tamliqa selaku ketua LDF Al-mizan memberikan pesan kepada seluruh pengurus ldf Al-mizan dan segenap teman-teman mahasiswa Unsyiah khususnya fakultas Ekonomi tercinta agar dapat memaknai dan menjalankan ramadhan kali ini dengan persiapan yang matang lillaahita'aala..
Heri tamliqa selaku ketua LDF Al-mizan memberikan pesan kepada seluruh pengurus ldf Al-mizan dan segenap teman-teman mahasiswa Unsyiah khususnya fakultas Ekonomi tercinta agar dapat memaknai dan menjalankan ramadhan kali ini dengan persiapan yang matang lillaahita'aala..
Penulis : Amrullah Khairul Azzam
Jumat, 11 April 2014
Imam Al-Ghazali : Nasehat itu Mudah, yang Sulit adalah Menerimanya
Posted By:
Unknown
on 22.16
Wahai anak! Nasehat itu mudah, yang sulit adalah menerimanya; karena terasa pahit oleh hawa nafsu yang menyukai segala yang terlarang.
Terutama dikalangan penuntut ilmu yang membuang-buang waktu dalam mencari kebesaran diri dan kemegahan duniawi. Ia mengira didalam ilmu yang tak bersari itulah terkandung keselamatan dan kebahagiaan, dan ia menyangka tak perlu beramal. Inilah kepercayaan filsul-filsuf.
Ia tidak tahu bahwa ketika ada pada seseorang ilmu, maka ada yang memberatkan, seperti disabdakan Rasulallah saw: “Orang yang berat menanggung siksa di hari kiamat ialah orang yang berilmu namun tidak mendapat manfaat dari ilmunya itu.”
Wahai anak! Janganlah engkau hidup dengan kemiskinan amal dan kehilangan kemauan kerja. Yakinlah bahwa ilmu tanpa amal semata-mata tidak akan menyelamatkan orang. Jika disuatu medan pertempuran ada seorang yang gagah berani dengan persenjataan lengkap dihadapkan dengan seekor singa yang galak, dapatkah senjatanya melindungi dari bahaya, jika tidak diangkat, dipukulkan dan ditikamkan? Tentu saja tidak akan menolong, kecuali diangkat, dipukulkan dan ditikamkan. Demikian pula jika seseorang membaca dan mempelajari seratus ribu masalah ilmiah, jika tidak diamalkan maka tidaklah akan mendatangkan faedah.
Wahai anak! Berapa malam engkau berjaga guna mengulang-ulang ilmu, membaca buku, dan engkau haramkan tidur atas dirimu. Aku tak tahu, apa yang menjadi pendorongmu. Jika yang menjadi pendorongmu adalah kehendak mencari materi dan kesenangan dunia atau mengejar pangkat atau mencari kelebihan atas kawan semata, maka malanglah engkau. Namun jika yang mendorongmu adalah keinginan untuk menghidupkan syariat Rasulallah saw dan menyucikan budi pekertimu serta menundukkan nafsu yang tiada henti mengajak kepada kejahatan, maka mujurlah engkau. Benar sekali kata seorang penyair, “Biarpun kantuk menyiksa mata, Akan percuma semata-mata jika tak karena Alloh semata”.
Wahai anak! Hiduplah sebagaimana maumu, namun ingat! bahwasanya engkau akan mati. Dan cintailah siapa yang engkau sukai, namun ingat! engkau akan berpisah dengannya. Dan berbuatlah seperti yang engkau kehendaki, namun ingat! engkau pasti akan menerima balasannya nanti.
Sumber : eramuslim.com
Kuota 30% Perempuan di Demokrasi Parlemen?Solusikah?
Posted By:
Unknown
on 22.08
Menjelang Pemilu 2014, isu keterwakilan perempuan di partai politik kembali menjadi topik perbincangan. Kebijakan kuota 30 persen untuk perempuan calon anggota legislatif mulai diberlakukan pada Pemilihan Umum 2009. Kini, setelah hampir lima tahun berlalu, bagaimanakah kiprah anggota perempuan di parlemen? Apakah kiprah perempuan di parlemen telah menyelesaikan masalah-masalah perempuan?
Darussalam-, Dilansir eramuslim.com, Prokontra muncul terhadap Pasal 55 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum DPR, DPD dan DPRD menyebutkan daftar bakal calon yang disusun partai politik memuat paling sedikit 30 persen keterwakilan perempuan. Bahkan Pasal 56 ayat 2 menyebutkan bahwa dalam setiap 3 orang bakal calon terdapat sekurang-kurangnya 1 orang perempuan. Poin-poin tersebut dikuatkan dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 7 Tahun 2013 pada Pasal 11b,11d, 24 ayat 1c-d dan ayat 2.
Pada Pemilu 1999, proporsi pereKompas pekan lalu memperlihatkan, kehadiran perempuan di DPR dinilai publik belum membawa perubahan nyata di masyarakat. Secara umum, 62,5 persen responden menyatakan ketidakpuasannya atas kinerja para perempuan politisi di Senayan. Sejumlah sektor strategis pun disorot publik. Salah satunya adalah soal pekerja migran. Enam dari sepuluh responden menyatakan tak puas atas upaya perempuan anggota parlemen dalam menghasilkan perundang-undangan yang melindungi para perempuan pekerja migran. Bahkan, kerja perempuan anggota legislatif untuk memajukan pendidikan pun dinilai masih kurang memuaskan oleh separuh bagian responden. Padahal kuota 30 persen bagi wanita, oleh wakil Ketua MPR Melani Leimena Suharli Diharapkan, dapat merubah kebijakan keuangan terkait anggaran yang lebih progender.
Ani Sucipto pengamat politik dari Pusat Kajian Politik (Puskapol) Universitas Indonesia (UI), dalam diskusi empat pilar bertema “Penguatan Peran Politik Perempuan” di Ruang Perpustakaan MPR RI, Jakarta, Senin (18/3). menilai, kinerja perempuan di Parlemen belum efektif secara substantif meski ada peningkatan jumlah pada periode 2009-2014 ini. Masih tingginya kasus yang mendera perempuan, seperti KDRT dan angka kematian ibu (AKI), menunjukkan keterwakilan perempuan di Parlemen belum optimal. Keterwakilan mereka belum mampu mengubah citra dan kinerja Parlemen serta belum mampu menyuarakan isu jender dalam proses pembuatan perundang-undangan
Bagaimana perempuan di parlemen bisa berdaya jika partai politik (parpol) tidak serius merekrut perempuan untuk menjadi anggota legislatif. Mereka hanya menjadikan perempuan pelengkap penderita guna memenuhi kuota seperti yang dituntut undang-undang. Ani lebih jauh menjelaskan, saat ini parpol masih terjebak pada angka 30 persen perempuan seperti perintah UU No 8 tahun 2012 tentang Parpol dalam pencalonan anggota legislatif (caleg). Parpol pun kemudian asal merekrut perempuan berdasarkan jenis kelamin, tidak mengutamakan kader dengan representasi basis dan kualitas. Parpol hanya merekrut perempuan karena modal popularitas, seperti artis, pengusaha, dan kelompok pragmatis lainnya.
Perjuangan Kesetaraan Jender
Kebijakan afirmasi (affirmative action) atau kebijakan yang bersifat mendorong perempuan dalam bidang politik diterapkan, karena dunia politik masih diyakini kalangan feminis sebagai dunia yang arogan dan patriarkis. Akibatnya, komposisi perempuan di lembaga perwakilan tidak seimbang dengan jumlah penduduk perempuan.Keputusan yang dikeluarkan parlemen masih dianggap diskriminatif bagi perempuan.
Di Indonesia, gerakan afirmasi dilakukan oleh Kaukus Perempuan Politik Indonesia, Kaukus Perempuan Parlemen Indonesia, Jaringan Perempuan Politik, Kongres Wanita Indonesia (KOWANI) dan 38 LSM sejak tahun 2001. Peneliti Pusat Kajian Politik UI, Ani Sucipto mengatakan, kebijakan afirmasi diperlukan karena adanya kesenjangan jender; baik dari segi kuantitas atau keterbatasan kultur pada perempuan yang mengharuskannya mengurus anak dan keluarga ..
Demokratisasi demi Sekularisasi
Kebijakan afirmasi perempuan dalam politik adalah hajat Barat yang diinisiasi dan dikentalkan oleh PBB, seperti tercantum dalam Beijing Platform for Action (BPfA ) tahun 1995. Demokrasi memang menuntut sistem perwakilan yang memungkinkan semua kelompok masyarakat terwakili. Dalam Bali Democracy Forum 8-9 November 2012 PM Australia Julia Gillard menegaskan peran perempuan Indonesia sebagai kunci proses demokratisasi. Gillard telah menjanjikan bantuan $ 1.750.000 untuk menjalankan lembaga demokrasi di Indonesia selama tiga tahun ke depan. Dia ingin menggunakan program itu untuk mendorong lebih banyak perempuan memasuki dunia politik. (http://www.news.com.au, 8/11/2012).
Pemerintah Indonesia, menjadikan demokrasi menjadi salah satu prioritas pembangunan bidang politik. Demi menunjukkan komitmen itu, Bappenas telah mengembangkan alat ukur untuk menilai kemajuan demokrasi yang disebut Indeks Demokrasi Indonesia (IDI). IDI menjadi salah satu target sektoral dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014. Walaupun Indonesia masih harus membuktikan dirinya sebagai negara demokratis karena capaian nilai IDI-nya masih rendah. Perlu diketahui, nilai IDI tahun 2010 adalah 63.17, turun dari capaian tahun 2009, yakni 67.3.
Tiga aspek penting yang diukur dalam IDI adalah aspek kebebasan sipil, hak-hak politik dan lembaga demokrasi. Untuk menuju negara yang demokratis, pembangunan yang dilaksanakan harus bersifat inklusif. Karena itu salah satu variabel yang dinilai dalam aspek kebebasan sipil adalah kebebasan dari diskriminasi jender. Begitu pula hak politik untuk memilih dan dipilih, variabelnya adalah prosentase perempuan yang dipilih menjadi anggota DPRD. Adapun penilaian lembaga demokrasi secara khusus menyorot persentase perempuan dalam kepengurusan parpol di provinsi. Di antara tiga aspek itu, hak-hak politik menyumbang nilai terendah (54.6 pada tahun 2009, turun menjadi 47.87 pada tahun 2010). Karena itu, dunia internasional butuh pembuktian dari Indonesia bahwa perempuan menjadi agen penting bagi upaya demokratisasi melalui peningkatan jumlah mereka di Parlemen.
Tujuan peningkatan jumlah kuota perempuan adalah dalam rangka memastikan implementasi pelaksanaan UU yang pro perempuan. Kalangan jender berpendapat, masih tingginya kekerasan terhadap perempuan disebabkan implementasi UU No. 23/2004 tentang PKDRT belum efektif. Selain itu, perempuan dianggap akan mempermudah proyek legislasi penyusunan peraturan responsif jender. DPR masih dianggap punya pekerjaan rumah untuk melakukan revisi peraturan yang dianggap bias jender seperti UU Perkawinan No.1 tahun 1974, revisi KUHAP, Undang-Undang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, serta meloloskan aturan pro jender seperti RUU Keadilan Gender dan Kesetaraan Gender. Padahal beberapa produk peraturan itu, selain ditargetkan untuk kepentingan ekonomi, justru diciptakan dengan tujuan mempersoalkan hukum-hukum Islam.
Indonesia didesak untuk membentuk peraturan perundang-undangan demi mengubah perilaku sosial dan budaya yang tidak mendukung kesetaran jender. Beberapa amalan yang bersumberkan syariah Islam menjadi poin yang ingin mereka ubah. Meneg PP dan PA Linda Gumelar juga mengatakan saat ini tantangan yang dihadapi adalah kendala kultural. Kendala ini ditandai dengan adanya pola pikir patriarki yang tercermin dalam sikap dan tingkah laku individu dan kelompok. Mereka memang tidak menuding hidung kita. Namun, rentetan pernyataan yang dikeluarkan para feminis di awal tahun 2013 mengarahkan masyarakat Indonesia tentang betapa buruknya praktik sunat perempuan, kawin siri dan nikah dini, yang sering dikaitkan dengan syariah Islam. Mereka menginginkan Indonesia makin sekular melalui penetapan dan penerapan produk undang-undang.
Solusi Masalah Perempuan
Kuota tinggi untuk perempuan di Parlemen tidak akan mampu mewujudkan kesejahteraan yang lebih baik bagi perempuan umumnya, melainkan hanya menguntungkan perempuan kelas elit. Kalaupun kuota tersebut mencapai 100% tidak akan ada bedanya bagi para perempuan, karena mereka hidup di bawah sistem kapitalis korup yang menindas dan inkompeten.
Inkompetensi undang-undang buatan manusia itu terbukti nyata. Walaupun DPR telah melegalisasi UU Nomor 23 tentang Perlindungan Anak sejak tahun 2002, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) telah menetapkan tahun 2013 ini sebagai tahun darurat kekerasan seksual terhadap anak. Undang-undang itu gagal melindungi anak-anak Indonesia dari kejahatan seksual, termasuk kejahatan yang dilakukan oleh para pelindung mereka.
Apalagi UU yang dibuat tidak pernah berpihak pada kemaslahatan rakyat. Ketua DPP PPP Reni Marlinawati Amin menilai DPR tidak lagi punya keterkaitan moral dengan masyarakat yang mereka wakilinya. “DPR tidak punya kapasitas membuat UU demi kepentingan rakyat. Yang ada sekarang pembuatan UU hanya untuk kepentingan pemodal saja..,” ucapnya (Pikiran-rakyat.com, 8/3/2013).
Begitulah sistem perundang-undangan yang dibuat dengan semangat sekularis. Tak akan mungkin perempuan terjamin hidupnya karena hak-hak mereka dapat dihapus sesuai keinginan penguasa. Apalagi konsep kesetaraan jender yang dipaksakan Barat untuk diadopsi semua negara nyatanya hanya menciptakan halusinasi akan keadilan dan kesejahteraan. Justru Barat menuai buah dari liberalisasi perempuan akibat penerapan ide kesetaraan jender. Tingginya angka kekerasan dan penyerangan seksual yang dialami perempuan dan anak-anak, bahkan dilakukan oleh individu dari lembaga terhormat seperti Uskup atau anggota Parlemen membuktikan hal itu. Masihkah kita mempercayai sistem buatan manusia, yang mencampuradukkan segala konsep untuk mengatur kehidupannya? Padahal Allah SWT telah menyediakan seperangkat hukum yang kompeten, adil, komprehensif dan pasti menjamin kesejahteraan. Itulah solusi bagi semua masalah manusia, bukan hanya perempuan.
(Dini Sumaryanti, Pengamat Perempuan)
Posted By:
Unknown
on 21.59
Sang Murabbi, KH Rahmat Abdullah
hasanalbanna
Rahmat Abdullah, yang seringkali dipanggil Bang Mamak oleh warga Kampung Kuningan ini, meskipun lahir dari pasangan asli Betawi, namun ia selalu menghindari sebutan Betawi yang dianggapnya berbau kolonial Belanda. Ia lebih bangga dengan menyebut Jayakarta, karena baginya itulah nama yang diberikan Pangeran Fatahillah kepada tanah kelahirannya. Sebuah sikap yang tak lain lahir dari semangat anti kolonialisme dan imperialisme, serta kebanggaan (izzah) terhadap warisan perjuangan Islam.
Pada usia 11 tahun, Rahmat kecil harus menapaki hidupnya tanpa asuhan sang ayah, karena saat itu ia telah menjadi seorang anak yatim. Sang ayah hanya mewariskan pada dirinya usaha percetakan-sablon, yang ia kelola bersama sang kakak dan adik untuk menutupi segala biaya dan beban hidup yang mesti ditanggungnya.
Meskipun begitu, Rahmat bukanlah remaja yang cengeng. Walaupun harus ikut membanting tulang mengais rezeki, ia tetap tak mau tertinggal dalam pendidikan. Awal pendidikan resminya ia mulai sejak masuk sekolah dasar negeri di bilangan Kuningan, yang kala itu masih berupa perkampungan Betawi, belum berdiri gedung-gedung pencakar langit. Dan seperti umumnya generasi saat itu, Rahmat kecil setiap pagi mengaji (belajar membaca Al Quran, baca tulis Arab, kajian aqidah, akhlaq & fiqh dengan metode baca kitab berbahasa Arab, nukil terjemah dan syarah ustadz) baru siang harinya dilanjutkan dengan sekolah dasar.
Tahun 1966, setelah lulus SD, yang tahun ajarannya diperpanjang setengah tahun karena terjadi peristiwa G-30-S/PKI, Rahmat masuk SMP. Tapi kali ini ia mesti keluar lagi karena terjadi dilema dalam dirinya. Ironi memang, di satu sisi keaktifan dirinya sebagai aktifis demonstran anggota KAPPI & KAMI yang dikenal sebagai angkatan 66, namun di hari Jum’at sekolahnya justru masuk pukul 11.30, tepat saat shalat Jum’at.
Karenanya pada permulaan tahun ajaran berikutnya (1967/1968) Rahmat memutuskan pindah ke Ma’had Assyafi’iyah, Bali Matraman. Dari hasil test dan interview, ia harus duduk di kelas II Madrasah Ibtidaiyah (tingkat SD). Namun Rahmat tidak puas dengan hasil itu, ia mencoba melakukan lobby dengan seorang ustadz, untuk melakukan test ulang hingga ia pindah duduk di kelas III.
Permulaan belajar di Ma’had ini, bagi Rahmat begitu berbekas. Apalagi ia harus ikut mengaji pada seorang ustadz senior Madrasah Tsanawiyah (Tingkat SMP) yang sangat streng dalam berbicara dan mengajar dengan bahasa Arab. Namun tak selang lama, ternyata sang guru kelas ini justru sama-sama mengaji bersamanya.
Rahmat memang langsung meloncat naik ke kelas V, di sinilah ia belajar ilmu nahwu dasar yang sangat ia sukai karena dengan ilmu itu terkuaklah setiap misteri intonasi dan narasi penyiar Shauth Indonesia, yang sering disiarkan oleh radio RRI dengan berbahasa Arab. Siaran inilah yang menjadi acara kesukaan Rahmat. Sehingga meski hidupnya serba kekurangan, namun karena sadar akan pentingnya komunikasi dan informasi, Rahmat merelakan uang makannya untuk dikumpulkan sedikit demi sedikit dari hasil jerih payahnya mencari pelanggan sablon, untuk membeli radio. Padahal saat itu, radio masih menjadi status simbol bagi orang-orang kaya zaman itu.
Selepas kelas V, Rahmat melanjutkan di Madrasah Tsanawiyah Assyafi’iyah. Di MTs ini ia belajar ushul fiqh, musthalah hadits, psikologi & ilmu pendidikan, di samping tetap belajar ilmu nahwu, sharf dan balaghah. Tapi pelajaran yang paling ia sukai adalah talaqqi. Biasanya talaqqi ini dilakukan langsung dengan para masyaikh (kiai) serta bimbingan langsung sang orator pembangkit semangat yang selalu memberikan inspirasi Rahmat muda, KH Abdullah Syafi’i.
Di saat ini pula Rahmat merintis dakwah dengan mengajar di Ma’had Asyafi’iyah dan Darul Muqorrobin, Karet Kuningan. Di tempat inilah Rahmat remaja mengabdikan dirinya sebagai guru, pendidik dan mengajarkan berbagai ilmu. Keseharian ini ia jalani bertahun-tahun dengan berjalan kaki dari Bali Matraman ke Karet Kuningan. Bahkan untuk memberikan pelajaran tambahan berupa les privat pun ia lakukan dengan berjalan kaki masuk ke lorong-lorong jalanan Jakarta hingga larut malam.
Semangat hidup dan dakwah ini juga ia tuangkan dalam berbagai untaian bait-bait syair, puisi serta berbagai tulisan artikel kecil yang ia kirim ke berbagai media. Tak jarang ia juga berlatih bermain teater bersama rekan-rekan guru atau teman-teman seperjuangannya.
Dari jerih payah inilah, selain bisa membeli sebuah motor Honda 66 atau sering disebut motor Chips, Rahmat Abdullah mampu mengasah watak dan pikirannya sehingga menjadi murid terbaik dan murid kesayangan dari KH. Abdullah Syafi’i. Bahkan sempat pada tahun 1980, bersama empat rekannya mau diberangkatkan ke Universitas Al Azhar Kairo Mesir, namun sayang gagal karena adanya ‘fitnah’ dari kalangan internal.
Namun hal itu tak menyurutkan Rahmat untuk selalu belajar. Sejak berkenalan dengan Syeikh Mesir yang pernah dikenalkan KH. Abdullah Syafi’i padanya, ia mulai senang melahap berbagai buku dan pemikiran Islam seperti Hasan Al Banna, Sayyid Quthb, Al Maududi serta tokoh nasional seperti HOS Cokroaminoto dan M. Natsir.
Sedang dari perjalanan dakwah bersama remaja-remaja Kuningan, menjadikannya sangat suka kala berdiskusi dan berguru dengan tokoh-tokoh M Natsir, Mohammad Roem ataupun Syafrudin Prawiranegara. Rahmat pun mengakui secara terus terang mengadopsi logika dan metode orasi yang ia ambil dari sang orator Isa Anshari dan Buya Hamka serta sang gurunya sendiri, Abdullah Syafi’i yang masyhur dengan teriakan lantang penggugah jiwa.
Rahmat remaja meski dikenal sebagai demonstran tapi sosoknya dikenal lembut, bahkan dianggapnya seringkali tidak bisa marah. Kemarahannya akan terlihat meledak jika Islam dilecehkan. Sebagaimana saat mendengar pembicaraan sang kakak, Rahmi, saat meminta kolega bisnisnya yang bekerja sebagai Kopasanda -Kopassus- untuk melunasi hutangnya. Tapi Kopassanda malah menjawab, “Nabi saja bisa meleset janjinya.” Kontan mendengar pernyataan itu Rahmat keluar dari ruangan samping dan langsung berucap, “Nabi yang mana janjinya tidak tepat,” Kopasanda itu malah menjawab, “Anda ndak usah ikut campur dengan urusan ini.” Rahmat remaja langsung menyambut, “Suara Bapak terdengar di telinga saya di sini, sekali pun bapak berpakaian dinas, nabi yang mana yang ingkar janji itu,” ujar Rahmat menahan emosi. Akhirnya Kopasanda itu minta maaf.
Sikap tegas ini lah yang menjadikan Rahmat Abdullah muda sangat disegani para pemabok ataupun preman. Karena caranya mendekati yang bersahabat. Bahkan, meski pernah kakaknya disakiti jagoan Kuningan waktu itu, H. Hamdani, ia tetap bisa menghadapinya dengan baik. Malah anak jagoan itu yang kemudian sempat ditahan polisi.
Anak-anak muda, preman, seniman semuanya ia rangkul terutama dalam wadah seni teater yang sering ia gelar di lapangan depan masjid Raudhtul Fallah —lapangan yang berada di belakang Dubes Malaysia saat ini-. Di tempat inilah Rahmat muda sering mengekspresikan syair dan puisinya serta peranan imajinasi dan pemikirannya sebagai sutradara teater dengan menggelar pagelaran teater drama terbuka. Teater yang terakhir kali ia pentaskan berjudul “Perang Yarmuk” yang tampil bersama Abdullah Hehamahua (1984). Dimana pementasannya sempat dikepung oleh intel dan aparat keamanan karena dianggap subversif di masa kekuasan Suharto.
Selepas pentas pun, tak ayal Rahmat dipanggil untuk menghadap KODIM. Namun Rahmat justru menjawab “Kalau yang memanggil Ibu, saya akan datang. Kalau yang memanggil KODIM sampai kapan pun saya tak akan pernah datang. Kalau mau saya datang ke KODIM, datang dulu ke ibu saya,” ungkap Rahmat muda menjawab aparat dari kodim yang melayangkan surat panggilannya. Bahkan salah satu aparat KODIM, Soeryat, sempat menangis di hadapan Rahmat muda karena nasehat-nasehatnya agar tidak saling ‘memberangus’ sesama Muslim.
Keasyikan menceburkan diri dalam dakwah, rupanya menjadikan Rahmat tak sadar telah dimakan usia. Rahmat baru tersadar ketika seorang teman yang baru menikah mengingatkan sudah waktunya memikirkan bangunan rumah tangga. Barulah ia menyadari usianya sudah memasuki tahun ke-32.
Malam itu, malam Kamis 14 Ramadhan 1405 H. (1984 M), bertiga; Rahmat, ibunda dan bibi datang mengkhitbah seorang anak yang pernah menjadi muridnya, Sumarni, tatkala Rahmat duduk di kelas II MTs. Saat itu Sumarni masih menjadi siswi kelas I Madrasah Ibtidaiyah (lk. Umur 5 tahun). Ia adalah sang nominator juara I untuk lomba praktik ibadah.
Saat berlangsungnya khitbah, ketika keluarga Rahmat mengajukan usulan walimah bulan Syawal seperti kebiasaan Rasululllah saw, seorang ustadz wakil dari perempuan mengatakan, “Itu tetap walimah, tetapi Anda tidak akan menemukan keberkahan seperti bulan (Ramadhan) ini.” Akhirnya, disepakati untuk nikah besok malamnya, malam Jum’at 15 Ramadhan. “Soal KUA urusan Ane, tinggal terima surat aje,” ujar ustadz tadi. “Bah, ini rada-rada ketemu,” ujar Rahmat muda dalam hati.
Walhasil sampai menjelang rombongan berangkat 15 Ramadhan itu, masih ada teman pemuda masjid yang bertanya, “Ini mau kemana sih?” Apalagi suasana saat itu memang masih represif. Bahkan belum sebulan menikah, di pagi buta ba’da subuh sesaat setelah peristiwa Tanjung Periok, Rahmat telah dijemput untuk mendengarkan rekaman peristiwa penembakan massa di Tanjung Priok yang terjadi semalam. Pagi itu lelaki yang sudah mulai akrab dipanggil Ustadz Rahmat itu, bersama pemuda Islam lainnya langsung meninjau lokasi yang porak poranda. Mendengar peristiwa itu pun, sang mertua justru mengusulkan untuk selalu membawa sang isteri untuk diajak juga keliling berbagai kota di Jawa. “Untuk penjajagan sikap ummat dan apa yang kerennya disebut ‘konsolidasi’lah,” ujar Ustadz Rahmat saat diwawancarai beberapa saat lalu.
Setelah menikah, ia tinggal di Kuningan, bersama Ibu dan Adiknya. Hingga lahir tiga orang anaknya, Shofwatul Fida (19), Thoriq Audah (17) dan Nusaibatul Hima (15).
Pada pertengahan tahun 80-an Rahmat muda bergabung dengan Harakah Islamiyah yang saat itu tumbuh berkembang di Indonesia. Bersama Abu Ridho, Hilmi Aminudin dan beberapa tokoh pemuda Islam lainnya terus bersatu bergerak dalam dakwah yang lebih luas dan tertata. Gerakan dakwahnya ini lebih terinspirasi pada gerakan Ikhwanul Muslimin yang didirikan oleh Hasan Al Banna di Mesir yang sama-sama menjadi acuan kalangan muda saat itu
Pemikiran Hasan Al Banna yang telah lama menginspirasi dakwah pribadinya kini telah bertemu implementasinya bersama teman-teman yang merintis pendidikan dan kaderisasi dalam rangka penyadaran akan Islam dan mempertahankan kemurniannya. Di wadah baru inilah Rahmat selain berdiskusi, mengakses berbagai informasi tanpa melalaikan fungsi utama juga sebagai pendidik, penceramah, Rahmat merintis sebuah majalah Islam yang sangat disukai dan digemari kalangan muda. Namun sayang, saluran ekspresi pemikirannya itu harus dibredel di saat rezim orde baru mulai mengkhawatirkan kiprahnya. Namun pembredelan itu tak menyurutkan Rahmat untuk membuka lembaran baru berekspresi dalam dakwah.
Dan setelah 8 tahun menetap di Kuningan, ia mengontrak di Jl. Potlot I/ 29 RT 2 RW 3 Duren Tiga, Kalibata. Di sana lahir anaknya, Isda Ilaiha (13). Tapi panggilan dakwah sepertinya lebih memanggilnya. Tahun 1993 bersama murid-muridnya mencoba membangun pengembangan dunia pendidikan dan sosial dengan mendirikan Islamic Center Iqro’ yang terletak di Pondok Gede, Bekasi, Jawa Barat.
Di sini pula ia menetap dan memboyong keluarganya dari kontrakannya di Gang Potlot, Duren Tiga, Kalibata menuju tanah yang masih penuh rawa untuk berekspresi mengembangkan cita-citanya melalui kajian kitab-kitab klasik dan kontemporer. Di tempat terakhir ini merintis segala impian dan lahir anak-anaknya, Umaimatul Wafa (11), Majdi Hafizhurrahman (9), Hasnan Fakhrul Ahmadi(7).Di sini kesibukannya, semakin padat. Tetapi, kebiasaan pribadinya, untuk membaca, mengkaji Al Qur’an dan Tafsirnya, Hadits dan syarahnya tetap berjalan. Begitupun, kegiatannya mengisi pengajian di kantor, kampus, serta melayani berbagai macam konsultasi sejak lepas subuh hingga jam 08.00 pagi. Ditambah lagi kesibukan di Iqro’.
Bahkan, kegiatan rutin ini tetap ia jalani meskipun semenjak tahun 1999 ia diamanahi sebagai Ketua Bidang Kaderisasi DPP Partai Keadilan. Demikian juga saat beralih menjadi Ketua Majelis Syuro sekaligus Ketua Majelis Pertimbangan Partai Keadilan Sejahtera yang ia dirikan bersama teman-teman seperjuangan setelah lebih dari 10 tahun ia rintis.
Pada tahun 2004 sang aktivis demonstrasi, budayawan, filosof, guru dan pendidik yang disegani anak muda ini harus masuk ke gedung parlemen. Ustadz Rahmat terpilih sebagai wakil rakyat dari daerah pemilihan Bandung, Jawa Barat. Dan baru pada saat Ustadz Rahmat Abdullah mencalonkan diri inilah Bandung untuk pertama kalinya dimenangkan partai Islam.
Meskipun telah menjadi wakil rakyat, Ustadz Rahmat dikenal dikalangan Komisi III sebagai wakil rakyat yang tetap bersuara lantang, namun penuh santun dan filosofis sekaligus puitis dalam mengkritisi setiap kabijakan. Tak peduli menteri, presiden dan pejabat manapun ia sampaikan kritikan tajam membangunnya yang seringkali menjadi wacana baru bagi para pemimpin negeri ini.
Bahkan jabatan terakhir sebagai Ketua Badan Penegak Disiplin Organisasi Partai Keadilan Sejahtera ia emban dengan penuh amanah dan luapan semangat hingga akhir hayatnya saat ia harus dijemput kematian sesaat setelah berwudhu hendak menunaikan penghambaan pada sang Khalik, Selasa (14/6).
Sebuah harapan yang mungkin telah engkau ungkapkan sepekan sebelum dirimu meninggal. Dimana tidak biasanya dirimu ditegur isterimu ketika membuka album-album kenanganmu. “Lihat nih, orang Betawi kini telah keliling dunia, ke Inggris, Jerman, Belanda, Perancis, Amerika juga Makkah. Tinggal ke akheratnya saja yang belum,” ujarmu berseloroh yang kini telah kau buktikan.
Demikian biografi singkat KH Rahmat Abdullah, semoga Allah melapangkan kuburnya, yang kami kutip dari warisansangmurabbi.com. Beberapa tulisan beliau bisa disimak di Hasanalbanna.com.
Redaktur: Shabra Syatila
Uang Kertas Penyebab Krisis Ekonomi Global
Posted By:
Unknown
on 21.57
Gambar : bangsurtangguh.blogspot.com |
Darussalam,- Dilansir eramuslim.com, jika kita menggunakan alat ukur nilai mata uang kertas, sudah jelas kita lihat bagaimana suatu negara krisis diikuti oleh negara lain. Negara yang ikut krisis tersebut, karena menggunakan nilai mata uang kertas dari negara lain sebagai alat ukur nilai uang. Sedangkan negara itu mengalami krisis ekonomi, hingga terjadilah krisis ekonomi global.
Hal tersebut disampaikan oleh Konsultan Gold Dinar Spanyol Shaikh Umar Ibrahim Vadillo, dalam acara“Towards Establishing a Macroeconomic Equilibrium between Fiscal and Monetary System” digedung AR. Fachruddin B UMY, Jum’at (14/3). Acara Prodi Ilmu Ekonomi UMY ini terselenggarakan dengan kerjasama Yayasan Pengurusan Ilmu (YPI) Malaysia, Majelis Tarjih and Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Ikatan Ahli Ekonomi Islam DIY.
Umar Vadillo memberikan solusi untuk mencegah krisis ekonomi global tersebut. Yaitu menerapkan alat tukar yang lebih stabil dikancah internasional, dengan emas dan perak (dinar dan dirham). “emas dan perak ini tidak terpengaruh krisis. Karena nilainya sama dimana- mana. Selain itu, pemerintah tidak bisa membuat emas dan perak dengan sesukan hatinya,” jelas Konsultan Gold Dinar ini.
Umar Vadillo menerangkan, ada dua cara untuk menerapkan system emas dan perak ini. yaitu dengan menjadikan emas dan perak sebagai alat ukur mata uang atau valuta asing. Dan menerapkan jual beli dengan menggunakan dinar dan dirham dalam komunitas kecil terlebih dahulu. “ini memang harus kita mulai dari diri sendiri, dari leingkungan yang terkecil. Seperti kampus UMY ini misalnya atau lebih besar lagi didaerah,” terangnya.
Dalam system moneter suatu negara, terutama untuk menghindari terjadinya krisis. Umar Vadillo menilai keberadaan International Monetary Fund (IMF) bukan solusi untuk negara, terutama negara berkembang. “Indonesia harus berani untuk keluar dari IMF. Karena IMF tidak membantu dalam menangani krisis di negara berkembang, malah memperparah. Selain itu, negara harus lebih melihat jika ingin tekan kerjasama internasional,” jelasnya.
Diretur IPIEF UMY sekaligus Ketua Panitia, Dr. Masyhudi Moqorobin mengatakan, peran emas dan perak ini perlu didalami lagi. Karena perilaku, system dan tatanan moneter yang ada belum dapat menjawab masalah krisis ekonomi global. “dalam seminar yang berlangsung 2 hari ini, kita membahas ide baru untuk memberikan solusi pada permasalahan ekonomi. Terutama masalah system moneter dan fiskal,” jelasnya.
Sedangkan Rektor UMY Prof. Dr. Bambang Cipto dalam sambutannya mengatakan, yang dipermasalahkan oleh banyak orang jika terjadi krisis ekonomi selalu minyak. Akan tetapi masalah kurs atau valuta ini juga ada pengaruhnya. “ini masalah yang menarik untuk dikaji lebih dalam, karena permasalahan ekonomi global saat ini selalu bicara minyak, minyak dan minyak,” terangnya. -
Journalist : Ahlul Amalsyah
Sabtu, 15 Februari 2014
Tanda-tanda seorang Ikhwah yang lagi Futur
Posted By:
Unknown
on 00.32
- Melakukan
ma'shiat dan dosa berulang kali. Terlalu sering melakukan kesalahan,
menjadikannya sebagai kebisaan yang bahkan sulit ditinggalkan. Dari
kebiasaan tersebut, hilanglah kesan kesalahan atau dosa yang dilakukan
sampai seseorang menjadi berani melakukan dosa dan
kesalahan berikutnya. Anas ra. pernah berkata : "Demi Allah, niscaya kalian melakukan suatu dosa yang kalian anggap dosa itu lebih tipis dari rambut. Dahulu kami menganggap perbuatan
tersebut termasuk dalam mauqibat(dosa besar)." Rasulullah bersabda : "Setiap ummatku akan dimaafkan kecuali orang yang berani melakukan dosa secara terang-terangan."(HR.Bukhari) - Merasakan adanya kekerasan dan kebekuan hati. Sehingga dirasakan laksana batu keras yang tak dapat diusik atau dipengaruhi oleh kejadian-kejadian di sekelilingnya serta sulit menerima teguran dan nasihat.
- Kesulitan menekunkan diri dalam beribadah. Seperti sulit khusyu dalam shalat, dzikir, membaca Al-Qur'an dan berdoa.
- Munculnya rasa malas melakukan amal ta'at dan ibadah, atau bahkan cenderung meremehkannya. Enggan atau meremehkan hadir shalat berjamaah dan mendirikan shalat di awal waktu. Dan bila melakukan amal ibadah namun hal tsb hanya merupakan aktivitas yang kosong dari ruh. Allah menyifati orang munafiq dalam firman-Nya: "Dan apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka berdiri dengan malas" (An-Nisaa':142)
- Perasaan cepat gelisah dan dada yang terasa menyesak laksana orang yang tengah menghadapi masalah berat yang menghimpit, padahal hanya masalah yang remeh saja. Juga perasaan tidak tabah dan pucat pasi ketika mendapat musibah atau cobaan.
- Suasana jiwa yang tak tersentuh dengan kandungan ayat suci Al-Qur'an. Baik janji, ancaman, perintah, maupun larangan. Timbulnya sikap malas untuk mendengar dan menyimak Al-Qur'an, apalagi membacanya.
- Lalai atau segan melakukan dzikir, karena merasakannya sebagai pekerjaan yang paling berat. Firman Allah SWT : "Dan mereka tidak menyebut Allah kecuali hanya sedikit sekali."(An-Nisaa':142)
- Berkurangnya
rasa kemarahan atau tidak bergeming sama sekali tatkala melihat
pelanggaran terhadap hal-hal yang diharamkan Allah SWT. Kurangnya
kecintaan atau lenyap sama sekali kecintaan terhadap perbuatan ma'ruf dan
ketaatan. Atau dengan kata lain, segala permasalahan dianggap sama,
sehingga tak terbetik dalam hati untuk melarang atau menganjurkan. Hal ini berarti pula kemalasan seseorang untuk aktif dalam dakwah Islam. - Menilai sesuatu dari sisi terjadinya dosa atau tidak, dan tidak mau melihat dari sisi perbuatan yang makruh. Sebagian orang bila ingin melakukan perbuatan, ia bertanya apakah perbuatan tersebut dosa atau tidak ? Apakah hal tersebut haram atau sekedar makruh saja ? Hal ini akan menyeret seseorang pada perkara syubhat. "Barangsiapa yang terjerumus dalam syubhat berarti ia berada dalam yang haram," kata Rasulullah yang diriwayatkan Muslim.
- Lemahnya perhatian terhadap urusan-urusan kaum muslimin. Tidak mau berdoa apalagi mengeluarkan infaq untuk mereka. Perasaannya dingin dan beku, dalam memandang permasalahan ummat yang tengah dikuasai musuh, diintimidasi, dibantai dan sebagainya. Tidak mau bersusah-susah berjuang mengatasi kondisi ummat Islam adalah indikasi ketiadaan rasa tanggung jawab terhadap agama. Adalah para sahabat ra., setelah masuk Islam, selalu tergugah untuk mengajak ummatnya ke dalam Islam.
- Cenderung memperbanyak perbantahan atau debat dan menjauhi masalah amal. Perdebatan tanpa argumen, pengetahuan dan dalil yang jelas justru
menjadikan hati keras dan
beku, bahkan cenderung menimbulkan benih perpecahan.
12. Terlalu
memperhatikan dunia hingga berlebih-lebihan dalam memperhatikan diri sendiri,
baik masalah makan, minum, pakaian, tempat tinggal dan sebagainya.
13. Menghindar
atau memisahkan diri dari lingkup persahabatan dengan orang-orang baik.
Munculnya perasaan tidak enak bila berada diantara lingkungan orang-orang yang
berjuang di jalan Allah.
Disarikan dari buku "Obat lemahnya Iman", Muhammad Sholih al-Munajjid
dan beberapa sumber.
Disarikan dari buku "Obat lemahnya Iman", Muhammad Sholih al-Munajjid
dan beberapa sumber.
Langganan:
Postingan (Atom)