Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak lepas dari
bahan pengawet kimia, pada kenyataannya secara langsung maupun tidak langsung
bahan kimia tersebut membahayakan tubuh manusia. Penggunaan pengawet kimia
dapat kita jumpai pada berbagai jenis makanan yang biasa kita konsumsi
sehari-hari. Misalnya dari bahan pengawet kimia itu sendiri adalah formalin
yang memiliki dampak negatif bagi tubuh manusia. Secara tidak langsung pengawet
kimia ini berdampak negatif pada kesehatan manusia dalam jangka panjang.
Beberapa dampak negatifnya adalah bersifat
karsinogen (menyebabkan kanker), mutagen (menyebabkan perubahan sel,
jaringan tubuh), korosif dan iritatif.
Salah satu masalah penyalah gunaan formalin dapat kita
jumpai pada bakso, tahu, mie, dll. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia menemukan
adanya bahan berbahaya pada formalin, jika dikonsumsi manusia akan merusak
saraf-saraf pusat.
Selain itu pengawet kimia tersebut dijual dengan harga
yang jauh lebih murah dibandingkan dengan pengawet alami. Masalah ini tentu
saja sangat diperhatikan oleh produsen, mengingat daya beli masyarakat
Indonesia yang masih cukup rendah.
Salah satu alternatif dari
penelitian ini yaitu menggunakan pengawet alami dari jerami (limbah padi). Selain itu,
dengan penggunaan jerami (limbah padi )
tidak membutuhkan biaya yang mahal dalam memperolehnya. Karena jerami mudah
diperoleh dimasyarakat pedesaan. Jerami atau limbah padi dapat dimanfaatkan sebagai
pengawet karena mengandung kalium natrium, zat
anti mikroba, mencegah agar tidak busuk.
1.
Percobaan pengawetan
jerami (limbah padi) terhadap mie basah.
Tabel 4.1 Hasil
pengamatan tingkat ketahanan makanan setelah perlakuan.
Variasi
|
Tingkat Ketahanan Makanan (Jam)
|
A1
|
48
|
A2
|
48
|
A3
|
46
|
Kontrol
|
24
|
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa pada variasi A1 dan
A2 mie basah memiliki
ketahanan paling tinggi. Kemudian diikuti
variasi A3. Sebagaimana diterangkan dalam rancangan penelitian,
dari variasi A1-A3 diawetkan. Sedangkan pada variasi
kontrol tidak diawetkan dan hanya dapat bertahan 24 jam.
2.
Percobaan pengawetan
jerami (limbah padi) terhadap tahu.
Tabel 4.2 Hasil
pengamatan tingkat ketahanan makanan setelah perlakuan.
Variasi
|
Tingkat Ketahanan Makanan (Jam)
|
B1
|
44
|
B2
|
44
|
B3
|
46
|
Kontrol
|
12
|
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa pada variasi B3 tahu memiliki ketahanan paling tinggi.
Kemudian diikuti variasi B1 dan
B2. Sebagaimana diterangkan dalam rancangan penelitian, dari variasi
B1-B3 diawetkan. Sedangkan pada variasi kontrol tidak
diawetkan dan hanya dapat bertahan 12 jam.
3.
Percobaan pengawetan
jerami (limbah padi) terhadap dawet.
Tabel 4.3 Hasil
pengamatan tingkat ketahanan makanan setelah perlakuan.
Variasi
|
Tingkat Ketahanan Makanan (Jam)
|
C1
|
48
|
C2
|
46
|
C3
|
48
|
Kontrol
|
24
|
Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa pada variasi C1 dan
C3 dawet memiliki ketahanan
paling tinggi. Kemudian diikuti variasi
C2. Sebagaimana diterangkan dalam rancangan penelitian, dari variasi
C1-C3 diawetkan. Sedangkan pada variasi kontrol tidak
diawetkan dan hanya dapat bertahan 12
jam.
B. PEMBAHASAN
1. Jerami (batang padi) dapat digunakan sebagai alternatif pengawet
alami
makanan.
Penentuan tingkat ketahanan makanan dalam pembusukan yaitu dilakukan dengan
mengamati ciri-ciri fisik makanan (rasa, bau, warna) dan membandingkannya
dengan kontrol, serta mengamati waktu hingga makanan tersebut mengalami
pembusukan. Hal tersebut dilakukan untuk memastikan bahwa makanan tersebut
benar-benar telah basi, yang ditandai dengan perubahan bau, warna, rasa.
Pada tabel 4.1sampai 4.3 makanan yang diawetkan mampu bertahan hingga
kurang lebih 46 jam pada semua variasi. Hal ini membuktikan bahwa jerami dapat
di gunakan sebagai alternatif pengawet makanan alami.
Kemampuan jerami dalam
mengawetkan makanan ditengarai karena mengandung beberapa beberapa zat yaitu
kalium natrium, zat anti mikroba, mencegah agar tidak busuk.
2. Prosedur pemanfaatan
jerami (batang padi) sebagai pengawet alami.
Dalam mengawetkan
makanan menggunakan jerami (batang padi) pertama dilakukan dengan pertama
mencari jerami sebagai bahan dasar utama pembuatan pengawet, kemudian jerami
tersebut dibakar hingga menjadi abu .Hal ini agar terjadi proses karbonisasi
yang mengaktifkan zat karbon. Sehingga karbon dapat mengikat menghambat
pertumbuhan bakteri dan jamur. Kemudian abu ditimbang dan dicampurkan dengan
air lalu diendapkan selama 12 jam hingga abu dan airnya terpisah. Setelah
diendapkan air endapan tersebut diambil 3 sendok makan. Untuk setiap 3 sendok
makan dapat dicampur dengan air sebanyak 1 liter. Pencampuran air ini bermaksud
ntuk menetralkan warna air tersebut dan bertujuan untuk melarutkan karbon
tersebut kedalam air sehingga zat karbon merata serta menghemat penggunaan air
endapan. Setelah didapat percampuran air
tersebut digunakan sebagai media perendaman makanan yang akan diawetkan.
3. Efektifitas jerami
dalam mengawetkan makanan secara alami, aman dan
ramah lingkungan.
Makanan yang diawetkan
dengan jerami dapat bertahan lebih lama dari pada makanan yang tidak diberi
pengawet jerami. Dalam penelitian ini didapat, makanan yang diawetkan dengan
jerami tingkat ketahanannya rata-rata menjadi 4 kali lipat dari makanan yang
tidak diberi penambahan pengawet. Hal tersebut membuktikan bahwa jerami efektif
untuk mengawetkan makanan secara alami, aman dan ramah lingkungan. Jadi
pengawet dari jerami lebih efektif dari pada pengawet kimia yang berbahaya bagi
tubuh manusia.
0 komentar:
Posting Komentar